Mengenal Tradisi Kerapan Sapi Di Madura
Oleh: M. Tauhed Supratman
Kerapan sapi merupakan adu balap sapi yang
bersifat budaya tradisional daerah Madura. Kegiatan kerapan sapi ini
dilaksanakan setiap tahun. Untuk tetap menjaga kelestarian budaya yang satu
ini, pemerintah menetapkan kerapan sapi sebagai kegiatan rutin tahunan dan
dijadikan suatu pesta dalam rangka memeriahkan peringatan hari ulang tahun
(HUT) Angkatan Perang Republik Indonesia, 5 Oktober pada setiap tahun.
Pelaksanaan kerapan sapi tersebut memperebutkan “Piala Presiden” yang
diperebutkan secara bergilir, yang diselenggarakan di stadion R. Soenarto
Hadiwidjojo, yang terletak di kelurahan Lawangan Daya, Pamekasan.
Kegiatan kerapan sapi tersebut diatur dan
dilaksanakan secara bertahap, karena acara puncaknya diikuti oleh jago-jago
dari empat kabupaten se Madura. Tiap kabupaten melakukan seleksi yang ketat,
karena jago yang akan dikirim ke tingkat puncak tersebut harus menggondol piala
dan sekaligus mengangkat martabat daerahnya.
Adapun tahap seleksi di masing-masing kabupaten
sebagai berikut:
Tahap Pertama
Dalam tahap ini pasangan sapi kerap
diseleksi di tingkat kewedanan (pembantu bupati), yang terdiri atas lima tahap
seleksi sebaga berikut:
- Seleksi 1: untuk memisahkan golongan menang dan golongan kalah. Dalam tahap ini pasangan sapi diadu dua-dua misalnya nomor undi 1 vs 2, 3 vs 4, dan seterusnya, sehingga dari 24 pasang sapi kerap tersebut nantinya menjadi dua golongan, yaitu 12 pasang golongan menang dan 12 pasang golongan kalah.
- Seleksi 2: untuk penyisihan dari golongan menang dan dari golongan kalah. Pasangan sapi golongan menang diadu dua-dua dengan nomor undi yang dimilikinya tadi, sampai selesai (6 kali aduan). Di babak ini yang kalah dinyatakan gugur (pulang), sehingga tinggal 6 pasang. Demikian juga dari golongan kalah tinggal 6 pasang.
- Seleksi 3: merupakan babak semi final dari golongan menang dan dari golongan kalah. Pada babak ini masing-masing golongan itu nantinya tinggal 3 pasang.
- Seleksi 4 merupakan babak final dari golongan menang yang akan menghasilkan juara I, II, dan III golongan menang.
- Seleksi 5: merupakan babak final dari golongan kalah yang akan menghasilkan juara I, II, dan III golongan kalah.
Tahap Ke Dua
Juara I, II, dan III
menang dan juara I, II, dan III kalah dari tiap kewedanan diseleksi ditingkat
kabupaten dan akan menghasilkan juara I, II, dan III menang; dan juara I, II,
dan III kalah.
Tahap Ke Tiga
Enam juara dari tiap
kabupaten inilah yang menjadi duta dari daerahnya (kabupatennya) untuk
memperebutkan “Piala Presiden” tersebut di tingkat Karesidenan (Pembantu Gubernur)
di Madura yang dilaksanakan di ibu kota karesidenan (Pamekasan), yang dikenal
dengan nama “Kerapan Gubeng”.
Kegiatan tahap ke tiga ini
dilaksanakan pada bulan Oktober setiap tahun, biasanya dilaksanakan pada hari
Minggu, diminggu ke 1 atau ke 2 atau ke 3. Sedangkan tahap ke satu dan tahap ke
dua dilaksanakan sebelum bulan Oktober yang diatur oleh panitia di
masing-masing Kabupaten.
Pelaksanaan “Kerapan
Gubeng” tersebut dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan lain untuk menambah
semaraknya acara inti. Kegiatan-kegiatan menjelang “Kerapan Gubeng” tersebut
antara lain:
- Dari bulan Agustus hingga pelaksanaan Kerapan Gubeng diselenggarakan “Pasar Malam” yang menempati lapangan Sedangdang, yang terletak dijantung kota Pamekasan. Di lapangan tersebut dipenuhi dengan : (a) Stan yang menjual pakaian; (b) Stan yang menyediakan makanan dan minuman; (c) Stan yang menyediakan perabot dapur, alat-alat pertanian, dan lain-lain; (d) Stan yang menjual barang mainan; (e) Stan hiburan seperti akrobat, potong leher, dan sebagainya.
Para pemilik stan bukan saja
berasal dari Pamekasan, Sumenep, Sampang, dan Bangkalan saja, melainkan datang
dari daerah lain seperti: Surabaya, Lamongan, Madiun, Kediri, Malang, Jember,
Probolinggo, dan lain-lain.
Pasar
malam tersebut selalu ramai pengunjung setiap malam, terutama menjelang malam
Kerapan Gubeng pengunjung pasti membludak bukan saja datang dari kota setempat,
melainkan juga datang dari kota-kota di Jawa Timur, bahkan Jawa Tengah, Jawa
Barat, DKI Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan lainnya.
- Dua minggu sebelum hari H Kerapan Gubeng diadakan “Pameran Pembanguna”. Pameran ini merupakan acara resmi yang berkaitan dengan pelaksanaan kerapan gubeng tersebut. Acara ini tidak membubarkan pasar malam tetapi hanya menambah stan pameran pembangunan.
Stan pameran pembangunan ini
menampilkan berbagai hasil pembangunan mulai dari hasil pertanian, perkebunan,
produksi hasil sampai hasil produksi besar-kecil seperti alat-alat pertanian,
mesin produksi dan sebagainya. Selain itu, selama acara pameran pembangunan
tersebut berlangsung diadakan kuis yang berkaitan dengan pembangunan di
Pamekasan. Kuis ini diperuntukkan masyarakat Pamekasan saja.
3.
Sehari sebelum hari H Kerapan
Gubeng diadakan acara yang cukup unik dan menarik perhatian para pengunjung,
baik yang datang dari dalam, maupun dari luar Madura, yang dikenal dengan nama Sape Sono’ . Sape sono’ ini
merupakan pameran keindahan sapi.
Gambaran
tentang Sape Sono’
- Sapi (seekor) dirias pernak-pernik berwarna-warni seperti layaknya
kemanten supaya kelihatan anggun.
- Sapi disuruh berjalan indah di lapangan, pelan, teratur, sabar dan
sampai di suatu tempat yang diberi papan injakan dengan batas seperti gawang kecil
atau sempit dan diam manis menginjak papan tersebut.
- Waktu sapi berjalan dipandu oleh pemandu bagaimana si sapi (baca:
sapi sono’) harus berjalan indah yang diiringi gamelan khas sape sono’.
Kegiatan ini dilombakan di kecamatan Pakong, Waru, Paseyan, Galis dan Tamberu
(Pamekasan). Sape sono’ yang terbaik dari hasil lomba di lima kecamatan
tersebut yang dibawa ke Gubeng. Sape sono’ juga merupakan salah satu kekayaan
budaya Madura yang harus dilestarikan oleh putra Madura.
Gambaran
Tentang Sapi Kerapan
Satu unit sapi kerapan terdiri dua
ekor (sepasang) sapi jantan yang dituntut sama (besarnya, gagahnya, terutana
larinya). Sepasang sapi tadi digandeng dengan seperangkat perkakas yang diberi
nama Kleles. Tiap pasang sapi kerapan tersebut
dikendalikan oleh seorang joki yang dikenal dengan nama Tokang
Tongko’. Joki ini juga ikut
andil dalam memenangkan sapi jokiannya. Maka dari itu joki memotivasi sapi
kerapannya dengan memukul dan mengendalikan ketika sedang di lomba, agar cepat
larinya dan lurus hingga ke garis finis.
Selain hal di atas sapi kerapan
dirawat dan dipelihara dengan baik agar tetap menjadi juara mulai dari pakan,
jamu, pijat sampai penangkal dari gangguan mijik lawan-lawannya dari segala
penjuru termasuk juga penjagaan kebersihan dan kesehatan sapi maupun tempat.
Penjagaan, pemeliharaan, dan
perawatan ini dilakukan terus menerus dan ditingkatkan menjelang lomba. Tiap
pasangan sapi kerap itu diberi nama julukan kebanggaan pemiliknya, seperti: Se
Bintang Timur, Se Norton, Se Alap-Alap, dan sebagainya, sesuai pilihan
pemiliknya.
Sapi kerapan yang merupakan jago dari empat
kabupaten se Madura biasanya sudah berdatangan
sehari atau dua hari sebelum hari H atau hari puncak Kerapan Gubeng dengan menginap di sanak
famili atau kenalan untuk penyesuaian.
Tidak ketinggalan juga pengunjung
yang akan menyaksikan pelaksanaan Kerapan Gubeng yang tidak ada di daerah lain
itu terutama pada malam hari H, menjadikan lapangan pameran pembangunan sebagai
lautan manusia.
Pelaksanaan hari H kerapan sapi
gubeng tersebut juga dihadiri oleh turis manca negara terutama dari Eropa.
Ternyata kerapan sapi mempunyai nilai tersendiri bagi Madura khususnya, dan
Indonesia umumnya.
Kegiatan Puncak
Pada hari Minggu yang telah
ditetapkan dan disepakati serta dimaklumi oleh semua panitia dari semua
kabupaten se Madura, maka dilaksanakan kerapan sapi se Madura (Kerapan Gubeng)
tersebut.
-
Kerapan Gubeng tersebut diikuti 24
pasang yang berasal dari: Pamekasan 6 pasang, Sumenep 6 pasang, Sampang 6
pasang, dan Bangkalan 6 pasang.
-
Sebelum lomba dimulai, kegiatan
ini dibuka resmi oleh Penyelenggara, bahkan Kerapan Gubeng tersebut pernah
dibuka oleh Presiden Republik Indonesia (Waktu itu Bapak Soeharto).
-
Setelah upacara peresmian selesai
dilanjutkan dengan tarian massal, yaitu “Tari Pecut”. Tarian ini diikuti oleh
ratusan muda mudi yang diambil dari siswa SLTP dan SLTA. Penari menggunakan
kostum sedemikian rupa dan terdapat properti pecut khas Madura. Tarian ini
dengan gerakan serempak, gagah, gemulai, memukau dan terdengar bunyi “pyar”
pecut di antara lenggak-lenggok para penari mengajak penonton bertepuk tangan
dan bersorak sorai menambah semarak keadaan.
-
Usai tarian massal dilaksanakan,
dilangsungkan upacara arak-arakan sapi kerapan berkeliling lapangan yang
diikuti oleh semua pasangan peserta duta kabupaten se Madura tersebut.
Masing-masing pasangan sapi biasanya diiringi gamelan atau sronenan, sehingga
suasana menjadi ramai, riuh, gaduh, tak kuasa telinga mendengarnya. Selain
gamelan, yang mengiringi pasangan sapi kerapan itu, juga terdapat beberapa
penari khas sronenan pengantar arak-arakan yang melakukan atraksi-atraksi
menarik sepanjang rute saat mengelilingi lapangan dan selama acara arak-arakan
berlangsung.
-
Setelah iring-iringan keliling
lapangan usai dilanjutkan dengan persiapan acara lomba kerapan diantaranya
pengundian nomor, pembersihan lapangan atau arena, kesiapan juri start, juri
finis, dan kelengkapan lain yang diperlukan. Setelah persiapan seluruhnya
selesai barulah dimulai acara yang ditunggu-tunggu, yakni “Kerapan” tersebut.
Acara
Puncak
Lomba Kerapan
Gubeng dilaksanakan dengan ketentuan:
-
Setiap pasangan dibubuhi nomor
kleles (nomor peserta).
-
Tokong Tongko’ (joki) dari tiap
pasangan tersendiri dan menggunakan slempang berwarna yang disediakan oleh
panitia dan digunakan ketika sapinya mendapat giliran untuk dilomba.
-
Pasangan sapi datang ke garis
start setelah dipanggil yang sebelumnya sudah ada panggilan persiapan.
-
Pasangan sapi diberangkatkan
setelah “Tokang Kebber” mengangkat bendera ke atas sebagai tanda berangkat.
Tokang kebber ini sama dengan juri start.
-
Setelah pasangan lomba melewati
garis finis maka juri finis mengangkat bendera berwarna sesuai dengan slempang
yang digunakan tokang tongko’ dari pasangan sapi kerapan yang lebih dahulu
melewati garis finis secara sempurna dan dinyatakan sebagai pemenangnya.
-
Lomba kerapan sapi tahap awal
sebagai tahapan untuk memisahkan menjadi dua golongan, yaitu golongan menang
dan golongan kalah (masing-masing 12 pasang).
-
Golongan menang diadu dalam babak
penyisihan. Pasangan yang kalah dalam babak ini dinyatakan gugur. Pasangan yang
menang tinggal 6 pasang dan masuk babak semi final dari golongan menang.
-
Golongan kalah diadu dalam babak
penyisihan. Pasangan yang kalah dalam babak ini dinyatakan gugur. Pasangan yang
menang tinggal 6 pasang dan masuk babak semi final dari golongan kalah.
-
Golongan menang diadu dalam babak
semi final. Pasangan yang kalah dalam babak ini dinyatakan gugur. Pasangan yang
menang tinggal 3 pasang dan masuk babak final dari golongan menang.
-
Golongan kalah diadu dalam babak
semi final. Pasangan yang kalah dalam babak ini dinyatakan gugur. Pasangan yang
menang tinggal 3 pasang dan masuk babak final dari golongan kalah.
-
Tiga pasang sapi golongan menang
ini diadu dalam babak final untuk merebut juara I, II, dan III. Juara I dari
golongan menang inilah yang berhak mendapatkan Piala Presiden dan Tropi.
-
Tiga pasang sapi golongan kalah
ini diadu dalam babak final untuk merebut juara I, II, dan III.
Tiap juara (sebanyak 6 pasang) ini mendapatkan tropi dan
juga berhak mendapatkan hadiah dari penyelenggara dan pihak sponsor.
Sang juara
nilai jualnya meningkat hingga puluhan bahkan ratusan juta dan merupakan
kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Apabila pasangan sapi kerapan wakil dari
Pamekasan yang menjadi Juara I menang, biasanya acara pasar malam dan pameran
pembangun diperpanjang seminggu lagi. Tetapi, jika Pamekasan kalah, pameran
langsung ditutup malam harinya setelah kerapan selesai.
Catatan Penutup
Ketika kerapan sapi berlangsung yang diikuti oleh 24 pasang, ditempat
khusus di arena kerapan tersebut, terdapat pasangan sapi kerapan yang dipajang
dengan wajah yang sangat ceria dan asesoris yang sangat menawan. Pasangan sapi
ini tidak ikut diadu, hanya dipajang bak kemanten di pelaminan. Oleh karena itu
pasangan sapi ini dinamakan “Sape
Mantan” (sapi kemanten).
Pasangan “sape
mantan” ini berasal dari pasangan
sapi kerapan juga yang sudah pernah menjadi juara gubeng.
Sapi kerapan yang
sudah pernah menjadi juara I tingkat gubeng tiga kali berturut-turut tidak
diperbolehkan mengikuti kejuaraan lagi.
Sapi kerapan yang baik
berasal dari ternak sapi Madura asli dan tidak disilangkan dengan sapi dari
luar Madura. Sapi yang terkenal baik untuk dijadikan sapi kerapan biasaya
berasal dari Pulau Sapudi (pulau kecil di sebelah Timur Madura). Sapi ini oleh
orang Madura diberi nama “Sape Poday”.
Itulah sekilas tentang
tradisi kerapan sapi di Madura.
Pamekasan,
Akhir Desember 2004
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus