Sabtu, 06 April 2013

Kerapan Sapi



Mengenal Tradisi Kerapan Sapi Di Madura
Oleh: M. Tauhed Supratman

Kerapan sapi merupakan adu balap sapi yang bersifat budaya tradisional daerah Madura. Kegiatan kerapan sapi ini dilaksanakan setiap tahun. Untuk tetap menjaga kelestarian budaya yang satu ini, pemerintah menetapkan kerapan sapi sebagai kegiatan rutin tahunan dan dijadikan suatu pesta dalam rangka memeriahkan peringatan hari ulang tahun (HUT) Angkatan Perang Republik Indonesia, 5 Oktober pada setiap tahun. Pelaksanaan kerapan sapi tersebut memperebutkan “Piala Presiden” yang diperebutkan secara bergilir, yang diselenggarakan di stadion R. Soenarto Hadiwidjojo, yang terletak di kelurahan Lawangan Daya, Pamekasan.
Kegiatan kerapan sapi tersebut diatur dan dilaksanakan secara bertahap, karena acara puncaknya diikuti oleh jago-jago dari empat kabupaten se Madura. Tiap kabupaten melakukan seleksi yang ketat, karena jago yang akan dikirim ke tingkat puncak tersebut harus menggondol piala dan sekaligus mengangkat martabat daerahnya.
Adapun tahap seleksi di masing-masing kabupaten sebagai berikut:

Tahap Pertama

Dalam tahap ini pasangan sapi kerap diseleksi di tingkat kewedanan (pembantu bupati), yang terdiri atas lima tahap seleksi sebaga berikut:
  1. Seleksi 1: untuk memisahkan golongan menang dan golongan kalah. Dalam tahap ini pasangan sapi diadu dua-dua misalnya nomor undi 1 vs 2, 3 vs 4, dan seterusnya, sehingga dari 24 pasang sapi kerap tersebut nantinya menjadi dua golongan, yaitu 12 pasang golongan menang dan 12 pasang golongan kalah.
  2. Seleksi 2: untuk penyisihan dari golongan menang dan dari golongan kalah. Pasangan sapi golongan menang diadu dua-dua dengan nomor undi yang dimilikinya tadi, sampai selesai (6 kali aduan). Di babak ini yang kalah dinyatakan gugur (pulang), sehingga tinggal 6 pasang. Demikian juga dari golongan kalah tinggal 6 pasang.
  3. Seleksi 3: merupakan babak semi final dari golongan menang dan dari golongan kalah. Pada babak ini masing-masing golongan itu nantinya tinggal 3 pasang.
  4. Seleksi 4 merupakan babak final dari golongan menang yang akan menghasilkan juara I, II, dan III golongan menang.
  5. Seleksi 5: merupakan babak final dari golongan kalah yang akan menghasilkan juara I, II, dan III golongan kalah.

Tahap Ke Dua

            Juara I, II, dan III menang dan juara I, II, dan III kalah dari tiap kewedanan diseleksi ditingkat kabupaten dan akan menghasilkan juara I, II, dan III menang; dan juara I, II, dan III kalah.

Tahap Ke Tiga

            Enam juara dari tiap kabupaten inilah yang menjadi duta dari daerahnya (kabupatennya) untuk memperebutkan “Piala Presiden” tersebut di tingkat Karesidenan (Pembantu Gubernur) di Madura yang dilaksanakan di ibu kota karesidenan (Pamekasan), yang dikenal dengan nama “Kerapan Gubeng”.
            Kegiatan tahap ke tiga ini dilaksanakan pada bulan Oktober setiap tahun, biasanya dilaksanakan pada hari Minggu, diminggu ke 1 atau ke 2 atau ke 3. Sedangkan tahap ke satu dan tahap ke dua dilaksanakan sebelum bulan Oktober yang diatur oleh panitia di masing-masing Kabupaten.
            Pelaksanaan “Kerapan Gubeng” tersebut dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan lain untuk menambah semaraknya acara inti. Kegiatan-kegiatan menjelang “Kerapan Gubeng” tersebut antara lain:
  1. Dari bulan Agustus hingga pelaksanaan Kerapan Gubeng diselenggarakan “Pasar Malam” yang menempati lapangan Sedangdang, yang terletak dijantung kota Pamekasan. Di lapangan tersebut dipenuhi dengan : (a) Stan yang menjual pakaian; (b) Stan yang menyediakan makanan dan minuman; (c) Stan yang menyediakan perabot dapur, alat-alat pertanian, dan lain-lain; (d) Stan yang menjual barang mainan; (e) Stan hiburan seperti akrobat, potong leher, dan sebagainya.
Para pemilik stan bukan saja berasal dari Pamekasan, Sumenep, Sampang, dan Bangkalan saja, melainkan datang dari daerah lain seperti: Surabaya, Lamongan, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Probolinggo, dan lain-lain.
            Pasar malam tersebut selalu ramai pengunjung setiap malam, terutama menjelang malam Kerapan Gubeng pengunjung pasti membludak bukan saja datang dari kota setempat, melainkan juga datang dari kota-kota di Jawa Timur, bahkan Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Yogyakarta, Bali, dan lainnya.
  1. Dua minggu sebelum hari H Kerapan Gubeng diadakan “Pameran Pembanguna”. Pameran ini merupakan acara resmi yang berkaitan dengan pelaksanaan kerapan gubeng tersebut. Acara ini tidak membubarkan pasar malam tetapi hanya menambah stan pameran pembangunan.
Stan pameran pembangunan ini menampilkan berbagai hasil pembangunan mulai dari hasil pertanian, perkebunan, produksi hasil sampai hasil produksi besar-kecil seperti alat-alat pertanian, mesin produksi dan sebagainya. Selain itu, selama acara pameran pembangunan tersebut berlangsung diadakan kuis yang berkaitan dengan pembangunan di Pamekasan. Kuis ini diperuntukkan masyarakat Pamekasan saja.
3.      Sehari sebelum hari H Kerapan Gubeng diadakan acara yang cukup unik dan menarik perhatian para pengunjung, baik yang datang dari dalam, maupun dari luar Madura, yang dikenal dengan nama  Sape Sono. Sape sono’ ini merupakan pameran keindahan sapi.
Gambaran tentang  Sape Sono’
- Sapi (seekor) dirias pernak-pernik berwarna-warni seperti layaknya kemanten supaya kelihatan anggun.
- Sapi disuruh berjalan indah di lapangan, pelan, teratur, sabar dan sampai di suatu tempat yang diberi papan injakan dengan batas seperti gawang kecil atau sempit dan diam manis menginjak papan tersebut.
- Waktu sapi berjalan dipandu oleh pemandu bagaimana si sapi (baca: sapi sono’) harus berjalan indah yang diiringi gamelan khas sape sono’. Kegiatan ini dilombakan di kecamatan Pakong, Waru, Paseyan, Galis dan Tamberu (Pamekasan). Sape sono’ yang terbaik dari hasil lomba di lima kecamatan tersebut yang dibawa ke Gubeng. Sape sono’ juga merupakan salah satu kekayaan budaya Madura yang harus dilestarikan oleh putra Madura.
Gambaran Tentang Sapi Kerapan
            Satu unit sapi kerapan terdiri dua ekor (sepasang) sapi jantan yang dituntut sama (besarnya, gagahnya, terutana larinya). Sepasang sapi tadi digandeng dengan seperangkat perkakas yang diberi nama Kleles. Tiap pasang sapi kerapan tersebut dikendalikan oleh seorang joki yang dikenal dengan nama Tokang Tongko’.  Joki ini juga ikut andil dalam memenangkan sapi jokiannya. Maka dari itu joki memotivasi sapi kerapannya dengan memukul dan mengendalikan ketika sedang di lomba, agar cepat larinya dan lurus hingga ke garis finis.
            Selain hal di atas sapi kerapan dirawat dan dipelihara dengan baik agar tetap menjadi juara mulai dari pakan, jamu, pijat sampai penangkal dari gangguan mijik lawan-lawannya dari segala penjuru termasuk juga penjagaan kebersihan dan kesehatan sapi maupun tempat.
            Penjagaan, pemeliharaan, dan perawatan ini dilakukan terus menerus dan ditingkatkan menjelang lomba. Tiap pasangan sapi kerap itu diberi nama julukan kebanggaan pemiliknya, seperti: Se Bintang Timur, Se Norton, Se Alap-Alap, dan sebagainya, sesuai pilihan pemiliknya.
 Sapi kerapan yang merupakan jago dari empat kabupaten se Madura biasanya sudah berdatangan  sehari atau dua hari sebelum hari H atau hari puncak  Kerapan Gubeng dengan menginap di sanak famili atau kenalan untuk penyesuaian.
Tidak ketinggalan juga pengunjung yang akan menyaksikan pelaksanaan Kerapan Gubeng yang tidak ada di daerah lain itu terutama pada malam hari H, menjadikan lapangan pameran pembangunan sebagai lautan manusia.
Pelaksanaan hari H kerapan sapi gubeng tersebut juga dihadiri oleh turis manca negara terutama dari Eropa. Ternyata kerapan sapi mempunyai nilai tersendiri bagi Madura khususnya, dan Indonesia umumnya.
            Kegiatan Puncak
            Pada hari Minggu yang telah ditetapkan dan disepakati serta dimaklumi oleh semua panitia dari semua kabupaten se Madura, maka dilaksanakan kerapan sapi se Madura (Kerapan Gubeng) tersebut.
-         Kerapan Gubeng tersebut diikuti 24 pasang yang berasal dari: Pamekasan 6 pasang, Sumenep 6 pasang, Sampang 6 pasang, dan Bangkalan 6 pasang.
-         Sebelum lomba dimulai, kegiatan ini dibuka resmi oleh Penyelenggara, bahkan Kerapan Gubeng tersebut pernah dibuka oleh Presiden Republik Indonesia (Waktu itu Bapak Soeharto).
-         Setelah upacara peresmian selesai dilanjutkan dengan tarian massal, yaitu “Tari Pecut”. Tarian ini diikuti oleh ratusan muda mudi yang diambil dari siswa SLTP dan SLTA. Penari menggunakan kostum sedemikian rupa dan terdapat properti pecut khas Madura. Tarian ini dengan gerakan serempak, gagah, gemulai, memukau dan terdengar bunyi “pyar” pecut di antara lenggak-lenggok para penari mengajak penonton bertepuk tangan dan bersorak sorai menambah semarak keadaan.
-         Usai tarian massal dilaksanakan, dilangsungkan upacara arak-arakan sapi kerapan berkeliling lapangan yang diikuti oleh semua pasangan peserta duta kabupaten se Madura tersebut. Masing-masing pasangan sapi biasanya diiringi gamelan atau sronenan, sehingga suasana menjadi ramai, riuh, gaduh, tak kuasa telinga mendengarnya. Selain gamelan, yang mengiringi pasangan sapi kerapan itu, juga terdapat beberapa penari khas sronenan pengantar arak-arakan yang melakukan atraksi-atraksi menarik sepanjang rute saat mengelilingi lapangan dan selama acara arak-arakan berlangsung.
-         Setelah iring-iringan keliling lapangan usai dilanjutkan dengan persiapan acara lomba kerapan diantaranya pengundian nomor, pembersihan lapangan atau arena, kesiapan juri start, juri finis, dan kelengkapan lain yang diperlukan. Setelah persiapan seluruhnya selesai barulah dimulai acara yang ditunggu-tunggu, yakni “Kerapan” tersebut.
Acara Puncak
Lomba Kerapan Gubeng dilaksanakan dengan ketentuan:
-         Setiap pasangan dibubuhi nomor kleles (nomor peserta).
-         Tokong Tongko’ (joki) dari tiap pasangan tersendiri dan menggunakan slempang berwarna yang disediakan oleh panitia dan digunakan ketika sapinya mendapat giliran untuk dilomba.
-         Pasangan sapi datang ke garis start setelah dipanggil yang sebelumnya sudah ada panggilan persiapan.
-         Pasangan sapi diberangkatkan setelah “Tokang Kebber” mengangkat bendera ke atas sebagai tanda berangkat. Tokang kebber ini sama dengan juri start.
-         Setelah pasangan lomba melewati garis finis maka juri finis mengangkat bendera berwarna sesuai dengan slempang yang digunakan tokang tongko’ dari pasangan sapi kerapan yang lebih dahulu melewati garis finis secara sempurna dan dinyatakan sebagai pemenangnya.
-         Lomba kerapan sapi tahap awal sebagai tahapan untuk memisahkan menjadi dua golongan, yaitu golongan menang dan golongan kalah (masing-masing 12 pasang).
-         Golongan menang diadu dalam babak penyisihan. Pasangan yang kalah dalam babak ini dinyatakan gugur. Pasangan yang menang tinggal 6 pasang dan masuk babak semi final dari golongan menang.
-         Golongan kalah diadu dalam babak penyisihan. Pasangan yang kalah dalam babak ini dinyatakan gugur. Pasangan yang menang tinggal 6 pasang dan masuk babak semi final dari golongan kalah.
-         Golongan menang diadu dalam babak semi final. Pasangan yang kalah dalam babak ini dinyatakan gugur. Pasangan yang menang tinggal 3 pasang dan masuk babak final dari golongan menang.
-         Golongan kalah diadu dalam babak semi final. Pasangan yang kalah dalam babak ini dinyatakan gugur. Pasangan yang menang tinggal 3 pasang dan masuk babak final dari golongan kalah.
-         Tiga pasang sapi golongan menang ini diadu dalam babak final untuk merebut juara I, II, dan III. Juara I dari golongan menang inilah yang berhak mendapatkan Piala Presiden dan Tropi.
-         Tiga pasang sapi golongan kalah ini diadu dalam babak final untuk merebut juara I, II, dan III.
Tiap juara  (sebanyak 6 pasang) ini mendapatkan tropi dan juga berhak mendapatkan hadiah dari penyelenggara dan pihak sponsor.
Sang juara nilai jualnya meningkat hingga puluhan bahkan ratusan juta dan merupakan kebanggaan tersendiri bagi pemiliknya. Apabila pasangan sapi kerapan wakil dari Pamekasan yang menjadi Juara I menang, biasanya acara pasar malam dan pameran pembangun diperpanjang seminggu lagi. Tetapi, jika Pamekasan kalah, pameran langsung ditutup malam harinya setelah kerapan selesai.
Catatan Penutup
            Ketika kerapan sapi berlangsung yang diikuti oleh 24 pasang, ditempat khusus di arena kerapan tersebut, terdapat pasangan sapi kerapan yang dipajang dengan wajah yang sangat ceria dan asesoris yang sangat menawan. Pasangan sapi ini tidak ikut diadu, hanya dipajang bak kemanten di pelaminan. Oleh karena itu pasangan sapi ini dinamakan  “Sape Mantan” (sapi kemanten).
            Pasangan “sape mantan”  ini berasal dari pasangan sapi kerapan juga yang sudah pernah menjadi juara gubeng.
            Sapi kerapan yang sudah pernah menjadi juara I tingkat gubeng tiga kali berturut-turut tidak diperbolehkan mengikuti kejuaraan lagi.
            Sapi kerapan yang baik berasal dari ternak sapi Madura asli dan tidak disilangkan dengan sapi dari luar Madura. Sapi yang terkenal baik untuk dijadikan sapi kerapan biasaya berasal dari Pulau Sapudi (pulau kecil di sebelah Timur Madura). Sapi ini oleh orang Madura diberi nama “Sape Poday”.
            Itulah sekilas tentang tradisi kerapan sapi di Madura.
                                    Pamekasan, Akhir Desember 2004           

1 komentar: